Suasana
lebaran diwarnai pemandangan maaf- maafan, tak luput para tokoh lokal
mengucapkan permintaan maaf kepada pengguna jalan dengan menggunakan baliho
yang dipasang di mesjid-mesjid utama kecamatan dan sudut jalan-jalan strategis.
Seorang teman menggunakan mobil APV mengajak keliling Kota Kalong, Soppeng.
Dalam mobil berisi 2 orang anak kemenakan teman yang berusia 10 tahun. Namanya
Afee dan Mia. Kami pun terlibat perbicangan terkait fenomena minta maaf
tersebut.
Afee
: “Tante, Kenapa sih itu pejabat pada meminta maaf di jalan ?”
Tante
: Kaliii banyak dosa, Fee.
Afee
: Dosa apa yang biasa diperbuat pejabat kah ?
Tante
: Ya, namanya orang khilaf, kaliii banyak “janji palsu” kampanye yang tidak
mampu dipenuhi sekarang ini..
Afee
: selain itu, apalagi dosa pejabat terhadap “rakyat biasa”, tante ?
Tante
: Pejabat itu biasanya rentan dengan yang namanya korupsi, Fee. Mengapa ?,
karena ketika ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin butuh dana besar, dan
otomatis itu harus minjam kiri kanan alias ngutang. Ketika menjabat mau tidak
mau harus melakukan korupsi untuk mengembalikan dana kampanye.
Afee
: Bukankah meminta maaf menggunakan baliho hanya menciptakan sampah-sampah
baru, tante ?
Tante
: iya begitulah, seharusnya pejabat-pejabat itu mendatangi warga satu persatu
dan mendengar keluhan mereka. Bukan hanya sebatas minta maaf belaka melalui
baliho pula, itu kan namanya tidak menghormati rakyatnya.
Om
: Bukan begitulah, pejabat itu hanya mencari jalan gampang untuk sosialisasikan
diri. Ini kan sudah memasuki ajang pilkada. Baliho adalah cara mudah dan murah
untuk sosialisasikan diri seperti halnya iklan-iklan rokok di pinggir jalan
itu. Yah, namanya mempromosikan diri untuk menjadi calon pemimpin kedepan.
Afee
: begitu kah, om…
Om
: ya begitu, fee
Hp
si tante pun bordering, “halo, saya masih di daerah. Nanti kita ketemu di
Makassar ?”, perbicangan si tante lewat telepon. Dan kemudian dilanjutkan
dengan membuka twitter lewat telepon.
Tante
: permintaan maaf lewat twitter banyak juga loh, Fee.. mau tah bacakan kah ?
Afee
: iya, tante..
Tante
: “Maafmu diterima tapi jangan ulangi kesalahan yang sama tahun depan, karena
saya tidak akan memaafkanmu tahun depan, saudara”.. Ini mah orang yang capek
memaafkan seseorang yang selalu membuat kesalahan yang sama setiap tahunnya.
Tante
: ini yang kedua, Afee “Enak saja cowok-cowok brengsek itu menggunakan momentum
lebaran sebagai ajang untuk meminta maaf kepada cewek-cewek korbannya”…
Afee
: “Betul juga ya, tante. begitu mudahnya orang meminta maaf dan melupakan perbuatannya
yang bikin sakit hati”..diikuti dengan ketawa… hehehe
“Jangan
– jangan permohonan maaf itu hanya untuk melegalkan perbuatannya yang tidak
benar kedepan” lanjut Afee.
Tante
: ini kata-kata menarik dan memaksa kita untuk memaafkan kesalahannya, “Bagi
yang memaafkan saya semoga cepat dapat jodoh + anak yang buanyaak. Bagi yang
belum memaafkan saya semoga jomblo seumur hidup”… hehehe…
Om
: Intinya, siapapun yang meminta maaf harus dimaafkan tapi jangan melegalkan
perbuatan yang tidak terpuji di masa yang akan datang. Begitupun
pejabat-pejabat yang selalu menggunakan momentum lebaran sebagai ajang untuk
meminta maaf kepada rakyat, harus dimaafkan dan jika ternyata ada perbuatan
yang tidak baik terhadap rakyat, maka jangan pernah memilih mereka menjadi pemimpin
di Kota Kalong ini.
Tak
terasa kami sudah tiba depan permandian alam ompo yang tidak jauh dari kota
soppeng. Kamipun menghentikan pembicaraan dan bergegas ke tempat karcis, Afee
dan Mia tidak sabar lagi untuk terjun bebas di kolam renang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar