Dari kota soppeng menggunakan
sepeda motor, Kami mencari suasana yang tenang dan enak untuk berwisata, Kami
pun mencoba untuk berkunjung ke Obyek Wisata Permandian Alam Citta, Salah satu
obyek wisata yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Citta, Kabupaten
Soppeng. Jarak dari jalan poros sengkang – Makassar, Lajoa sejauh 10 kilometer.
Pemandangan alam sangat
indah, karena pengunjung akan disuguhi petanian padi sepanjang perjalanan. Sayang,
jalan menuju Obyek Wisata Citta masih sangat buruk, alias jelek
berlobang-lobang, sehingga pengunjung kadang harus berhati-hati.
![]() |
Sumber Air Permandian Alam Citta |
Kata kawanku, Dulu untuk
menjangkau obyek wisata citta, pengunjung harus menggunakan ketinting atau alat
transportasi air yang menggunakan bambu. Ketinting digunakan untuk menyebrangi
sungai walenna’e yang cukup lebar.
Namun, Pemerintah sudah memperbaiki fasilitas transportasi
masyarakat dengan memasang sebuah jembatan besi sejak tahun 1994. Jembatan inilah yang digunakan warga
setempat dan pengunjung wisata lalu lalang setiap harinya. Sayang, jembatan
besi yang beralas kayu itu hanya bisa dilalui satu buah kendaraan roda empat.
Jadi setiap pengguna kendaraan harus antri baik yang dari obyek wisata maupun
sebaliknya.
Kami memarkir motor tepat
dekat pos jaga, seorang petugas berpakaian dinas berjaga di pintu masuk, Biaya
karcis masuk dalam permandian citta sebesar Rp. 5.000 perorang. Itu diluar
biaya untuk parker kendaraan.
Dalam obyek citta, saya
mencoba langsung mendatangi sumber air. Seorang bapak berumuran 60an, namanya “Puang
Male” telah berdiri di lokasi tersebut. Saya pun mencoba berkenalan.
“Pak, selamat lebaran ya”
kataku sambil kuulurkan tangan untuk jabat tangan.
“iye, ndi, selamat juga, tao
pole tegaki ?”. katanya. Tao pole tegaki, adalah bahasa bugis yang artinya,
orang dari manaki.
![]() |
Bekas ritual pengunjung wisata alam citta |
“oh, tao pole kota soppeng,
puang”, kata temanku, artinya orang dari kota soppeng.
“bisaki bahasa Indonesia,
Puang. Soalnya temanku tidak terlalu mengerti bahasa bugis, puang” kata
temanku.
“ iye, bisa’ji dek. Lama’ka
juga tinggal di Makassar, tapi sekarang tinggal maka di Kampung sini, dek”
jawab Puang Male.
Sayapun mencoba memulai
komunikasi kembali, “siapa yang temukan sumber air ini, puang?” tanyaku.
“Dulu, Kajao Citta pergi
memburu, Anjing hitamnya menggali tanah yang berada dibawah pohon mangga,
ternyata muncul sumber air. Tepat disini tempatnya” Jawab Puang Male
“Selain sejarahnya sumber air
ini, apa lagi sumber sejarah yang ada sekitar sini, puang ?”
“Di Puncak gunung ini, ada
dulu gua yang berisi patung manusia”. Jawab puang.
“Apa cerita warga sini
tentang gua itu ?”, tanyaku lagi
“katanya oran tua dulu,
Patung manusia di gua codong itu adalah orang-orang yang berasal dari Gua Mampu
Bone” jawabnya lagi. Gua Mampu adalah peninggalan prasejarah yang berisi patung
manusia dan perlengkapan pertanian yang berada di Kampung Uloe, Kecamatan
Tellusettinge, Kabupaten Bone. Menurut kepercayaan orang uloe, orang-orang
dalam gua adalah orang – orang yang mendapatkan kutukan dari yang maha kuasa
tempo dulu.
“Bagaimana caranya warga sini
menghargai sumber air ini, puang ?”
“Warga mengadakan pesta
potong kerbau biasanya setiap tahun. Kepala kerbau itu dipersembahkan ke sumber
air ini dan kemudian dialirkan ke air citta”. Kata puang male.
“tapi itu dulu dek, sewaktu Puang
Balli masih hidup. Setelah puang Balli mati, Wisata ini diambil alih Dinas
Pariwisata Soppeng dan hilangmi juga pesta rakyat disini”. Lanjut Puang Male.
Puang Balli ada keturunan penguasa Citta yang berkuasa menjadi Kepala Desa selama
32 tahun. Puang Balli meninggal karena terbawa arus oleh banjir besar yang
terjadi di Kabupaten Maros puluhan tahun lalu.
“Apa gunanya air citta bagi
pengunjung puang ?”
“Pengunjung biasanya
mengadakan kegiatan “mappaleppe” namanya. Untuk melaksanakan nazar”. Jawab
puang male. Mappaleppe artinya melepaskan atau membayar nazar dengan kegiatan
memotong hewan peliharaan seperti ayam, kerbau, kambing dan lainnya.
“Pengunjung juga bisa
mengambil batu sini untuk dibawa pulang ke rumah untuk dijadikan batu obat dan
penambah rezeki. Tapi cara mengambilnya harus menggunakan gigi”. Lanjut puang
male.
“Bagaimana menurut’ta dengan
keberadaan dinas pariwisata puang ?”
![]() |
Kolam renang permandian alam citta |
“aiss”. Disertai geleng – geleng
kepala. “pemerintah tidak bisa diharap. Lihatki itu, dipagar keliling, warga
setempat saja dilarang behubungan dengan sumber air yang merupakan akar
sejarahnya warga disini. Jauh beda dengan Puang Balli dulu dengan melibatkan
warga sebagai pemilik wisata” jawab puang male.
“Ma kasih banyak puang”. dilanjutkan dengan pertanyaan “Dimana
jual kopi disini puang ?”. kataku
Puang Male pun menunjuk
sebuah warung yang berada diluar obyek wisata. Saya, kawanku dan puang male pun
berjalan ke warkop untuk berisitirahat dengan menikmati segelas kopi di dekat
Obyek Wisata Permandian Alam Citta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar