Jumat, 01 Agustus 2014

Jalan-jalan di Obyek Wisata Alam Citta, Soppeng



Dari kota soppeng menggunakan sepeda motor, Kami mencari suasana yang tenang dan enak untuk berwisata, Kami pun mencoba untuk berkunjung ke Obyek Wisata Permandian Alam Citta, Salah satu obyek wisata yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng. Jarak dari jalan poros sengkang – Makassar, Lajoa sejauh 10 kilometer. 

Pemandangan alam sangat indah, karena pengunjung akan disuguhi petanian padi sepanjang perjalanan. Sayang, jalan menuju Obyek Wisata Citta masih sangat buruk, alias jelek berlobang-lobang, sehingga pengunjung kadang harus berhati-hati.
Sumber Air Permandian Alam Citta

Kata kawanku, Dulu untuk menjangkau obyek wisata citta, pengunjung harus menggunakan ketinting atau alat transportasi air yang menggunakan bambu. Ketinting digunakan untuk menyebrangi sungai walenna’e yang cukup lebar. 

Namun, Pemerintah  sudah memperbaiki fasilitas transportasi masyarakat dengan memasang sebuah jembatan besi sejak tahun  1994. Jembatan inilah yang digunakan warga setempat dan pengunjung wisata lalu lalang setiap harinya. Sayang, jembatan besi yang beralas kayu itu hanya bisa dilalui satu buah kendaraan roda empat. Jadi setiap pengguna kendaraan harus antri baik yang dari obyek wisata maupun sebaliknya.

Kami memarkir motor tepat dekat pos jaga, seorang petugas berpakaian dinas berjaga di pintu masuk, Biaya karcis masuk dalam permandian citta sebesar Rp. 5.000 perorang. Itu diluar biaya untuk parker kendaraan.

Dalam obyek citta, saya mencoba langsung mendatangi sumber air. Seorang bapak berumuran 60an, namanya “Puang Male” telah berdiri di lokasi tersebut. Saya pun mencoba berkenalan.

“Pak, selamat lebaran ya” kataku sambil kuulurkan tangan untuk jabat tangan.

“iye, ndi, selamat juga, tao pole tegaki ?”. katanya. Tao pole tegaki, adalah bahasa bugis yang artinya, orang dari manaki.
Bekas ritual pengunjung wisata alam citta

“oh, tao pole kota soppeng, puang”, kata temanku, artinya orang dari kota soppeng.

“bisaki bahasa Indonesia, Puang. Soalnya temanku tidak terlalu mengerti bahasa bugis, puang” kata temanku.

“ iye, bisa’ji dek. Lama’ka juga tinggal di Makassar, tapi sekarang tinggal maka di Kampung sini, dek” jawab Puang Male.

Sayapun mencoba memulai komunikasi kembali, “siapa yang temukan sumber air ini, puang?” tanyaku.

“Dulu, Kajao Citta pergi memburu, Anjing hitamnya menggali tanah yang berada dibawah pohon mangga, ternyata muncul sumber air. Tepat disini tempatnya” Jawab Puang Male

“Selain sejarahnya sumber air ini, apa lagi sumber sejarah yang ada sekitar sini, puang ?”

“Di Puncak gunung ini, ada dulu gua yang berisi patung manusia”. Jawab puang.

“Apa cerita warga sini tentang gua itu ?”, tanyaku lagi

“katanya oran tua dulu, Patung manusia di gua codong itu adalah orang-orang yang berasal dari Gua Mampu Bone” jawabnya lagi. Gua Mampu adalah peninggalan prasejarah yang berisi patung manusia dan perlengkapan pertanian yang berada di Kampung Uloe, Kecamatan Tellusettinge, Kabupaten Bone. Menurut kepercayaan orang uloe, orang-orang dalam gua adalah orang – orang yang mendapatkan kutukan dari yang maha kuasa tempo dulu.

“Bagaimana caranya warga sini menghargai sumber air ini, puang ?”

“Warga mengadakan pesta potong kerbau biasanya setiap tahun. Kepala kerbau itu dipersembahkan ke sumber air ini dan kemudian dialirkan ke air citta”. Kata puang male.

“tapi itu dulu dek, sewaktu Puang Balli masih hidup. Setelah puang Balli mati, Wisata ini diambil alih Dinas Pariwisata Soppeng dan hilangmi juga pesta rakyat disini”. Lanjut Puang Male. Puang Balli ada keturunan penguasa Citta yang berkuasa menjadi Kepala Desa selama 32 tahun. Puang Balli meninggal karena terbawa arus oleh banjir besar yang terjadi di Kabupaten Maros puluhan tahun lalu.

“Apa gunanya air citta bagi pengunjung puang ?”

“Pengunjung biasanya mengadakan kegiatan “mappaleppe” namanya. Untuk melaksanakan nazar”. Jawab puang male. Mappaleppe artinya melepaskan atau membayar nazar dengan kegiatan memotong hewan peliharaan seperti ayam, kerbau, kambing dan lainnya.

“Pengunjung juga bisa mengambil batu sini untuk dibawa pulang ke rumah untuk dijadikan batu obat dan penambah rezeki. Tapi cara mengambilnya harus menggunakan gigi”. Lanjut puang male.


“Bagaimana menurut’ta dengan keberadaan dinas pariwisata puang ?”

Kolam renang permandian alam citta
“aiss”. Disertai geleng – geleng kepala. “pemerintah tidak bisa diharap. Lihatki itu, dipagar keliling, warga setempat saja dilarang behubungan dengan sumber air yang merupakan akar sejarahnya warga disini. Jauh beda dengan Puang Balli dulu dengan melibatkan warga sebagai pemilik wisata” jawab puang male.

“Ma kasih banyak puang”. dilanjutkan dengan pertanyaan “Dimana jual kopi disini puang ?”. kataku

Puang Male pun menunjuk sebuah warung yang berada diluar obyek wisata. Saya, kawanku dan puang male pun berjalan ke warkop untuk berisitirahat dengan menikmati segelas kopi di dekat Obyek Wisata Permandian Alam Citta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar