Siapa yang menyangka jika di kota berjulukan "Kota
Kelelawar" terdapat pusat pembibitan ulat sutra terbesar di Indonesia
dan sekaligus kampung tenun sutra Bugis berkualitas terbaik.
Tenun Sutra Bugis memang tidak pernah sepi peminat. "Gelar" tenun sutra terbaik juga bukan sekadar isapan jempol semata. Namun kini semakin sulit menemui pengrajin tenun sutra.
Keberadaannya semakin langka, bukan karena pasarnya yang kering, melainkan akibat pengrajinnya yang semakin langka. Malah di Soppeng, salah satu kampung tenun di Sulawesi Selatan, jumlah penenun sutra bisa dihitung jari.
Perjalanan menuju Soppeng untuk menemui para penenun "langka" bukanlah perjalanan yang mudah. Dibutuhkan waktu lebih dari lima jam melalui jalur berkelak-kelok yang memacu adrenalin.
Dari Bulu-bulu menuju Soppeng, harus melalui beberapa kota, yakni Makasar-Maros-Pangkep, setelah itu memasuki daerah Tanete menuju Kabupaten Barru. Berjalan sekitar 80 km dari Barru, barulah kita akan menemukan kota kelelawar, Soppeng.
Julukan Kota Kelelawar bagi Soppeng dikarenakan di kota kecil ini banyak dihuni kelelawar yang bergelayutan di dahan-dahan pohon asam.
Sebuah pemandangan luar biasa, ribuan kelelawar berada ditengah kota merupakan sambutan pertama jika kita datang mengunjungi Soppeng. Binatang yang juga kerap disebut kalong ini merupakan spesies yang dilindungi di Soppeng.
Selain Kota Kelelawar, Soppeng juga dikenal sebagai pusat pembibitan ulat sutra terbesar di Indonesia. Ulat sutra Sulawesi ini berbeda jenis dengan yang bisa ditemui di Pulau Jawa.
Perum Perhutani PSA Soppeng yang membawahi pusat pembibitan tersebut mengembangbiakkan ulat sutra yang berasal dari persilangan ulat sutra China dan ulat sutra Jepang. Ada juga ulat sutra asal Jawa Tengah berjenis Candiroto.
Kokon ulat sutra Sulawesi hasil persilangan berbentuk oval dengan panjang sekitar 600-1200 mm. Kokon China berbentuk bulat dengan bercirikan seratnya pendek namun tahan dari penyakit. Sementara Kokon ulat Jepang berbentuk panjang dan memiliki serat panjang namun tidak tahan akan penyakit.
Dengan adanya persilangan, menghasilkan kokon oval dengan benang sutra yang jauh lebih bagus dari yang belum disilangkan.
"Dari hasil persilangan itu bisa didapatkan benang sutra yang lebih halus," terang Manager Perhutani PSA Soppeng Kamaruddin, yang menambahkan PSA Soppeng bertugas mengembangbiakan telur ulat sutra yang kemudian dijual kepada petani.
"Setiap satu boks telur berisi 25 ribu butir telur dengan harga jual Rp80ribu. Namun, tahun 2011 ini petani mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga telur dapat diambil secara gratis," terang Kamaruddin.
Adapun satu boks telur bila sudah menjadi kokon rata-rata bisa menghasilkan lima kilogram benang sutra. Untuk pemintalan satu kilogram benang membutuhkan 7-8 kg kokon dan dikerjakan dalam satu hari.
Data yang dikeluarkan PSA Soppeng hingga Agustus 2011, mereka telah mendistribusikan 1.588 boks telur ulat sutra ke petani.
Tapi angka ini turun dari tahun lalu," kata Kamaruddin, yang menyebutkan di periode sebelumnya mereka mendistribusikan 3.226 boks telur. "Karena kemarau datang lebih awal," lanjutnya.
Kamaruddin menerangkan, ulat sutra lebih menyukai musim dingin daripada musim panas. "Bila kemarau, ulat banyak yang tidak jadi," tegasnya.
Namun permasalahan cuaca hanyalah faktor minor dari permasalahan penyusutan petani sutra di Sulawesi Selatan. Faktor lain yang menjadi pemicu adalah banyaknya petani yang beralih pada komoditi lain yang lebih menjanjikan, seperti jagung dan padi. "Akibatnya, permintaan telur ulat sutra menurun," tutur Kamaruddin. [bersambung/mor]
Sumber : inilah.com
Tenun Sutra Bugis memang tidak pernah sepi peminat. "Gelar" tenun sutra terbaik juga bukan sekadar isapan jempol semata. Namun kini semakin sulit menemui pengrajin tenun sutra.
Keberadaannya semakin langka, bukan karena pasarnya yang kering, melainkan akibat pengrajinnya yang semakin langka. Malah di Soppeng, salah satu kampung tenun di Sulawesi Selatan, jumlah penenun sutra bisa dihitung jari.
Perjalanan menuju Soppeng untuk menemui para penenun "langka" bukanlah perjalanan yang mudah. Dibutuhkan waktu lebih dari lima jam melalui jalur berkelak-kelok yang memacu adrenalin.
Dari Bulu-bulu menuju Soppeng, harus melalui beberapa kota, yakni Makasar-Maros-Pangkep, setelah itu memasuki daerah Tanete menuju Kabupaten Barru. Berjalan sekitar 80 km dari Barru, barulah kita akan menemukan kota kelelawar, Soppeng.
Julukan Kota Kelelawar bagi Soppeng dikarenakan di kota kecil ini banyak dihuni kelelawar yang bergelayutan di dahan-dahan pohon asam.
Sebuah pemandangan luar biasa, ribuan kelelawar berada ditengah kota merupakan sambutan pertama jika kita datang mengunjungi Soppeng. Binatang yang juga kerap disebut kalong ini merupakan spesies yang dilindungi di Soppeng.
Selain Kota Kelelawar, Soppeng juga dikenal sebagai pusat pembibitan ulat sutra terbesar di Indonesia. Ulat sutra Sulawesi ini berbeda jenis dengan yang bisa ditemui di Pulau Jawa.
Perum Perhutani PSA Soppeng yang membawahi pusat pembibitan tersebut mengembangbiakkan ulat sutra yang berasal dari persilangan ulat sutra China dan ulat sutra Jepang. Ada juga ulat sutra asal Jawa Tengah berjenis Candiroto.
Kokon ulat sutra Sulawesi hasil persilangan berbentuk oval dengan panjang sekitar 600-1200 mm. Kokon China berbentuk bulat dengan bercirikan seratnya pendek namun tahan dari penyakit. Sementara Kokon ulat Jepang berbentuk panjang dan memiliki serat panjang namun tidak tahan akan penyakit.
Dengan adanya persilangan, menghasilkan kokon oval dengan benang sutra yang jauh lebih bagus dari yang belum disilangkan.
"Dari hasil persilangan itu bisa didapatkan benang sutra yang lebih halus," terang Manager Perhutani PSA Soppeng Kamaruddin, yang menambahkan PSA Soppeng bertugas mengembangbiakan telur ulat sutra yang kemudian dijual kepada petani.
"Setiap satu boks telur berisi 25 ribu butir telur dengan harga jual Rp80ribu. Namun, tahun 2011 ini petani mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga telur dapat diambil secara gratis," terang Kamaruddin.
Adapun satu boks telur bila sudah menjadi kokon rata-rata bisa menghasilkan lima kilogram benang sutra. Untuk pemintalan satu kilogram benang membutuhkan 7-8 kg kokon dan dikerjakan dalam satu hari.
Data yang dikeluarkan PSA Soppeng hingga Agustus 2011, mereka telah mendistribusikan 1.588 boks telur ulat sutra ke petani.
Tapi angka ini turun dari tahun lalu," kata Kamaruddin, yang menyebutkan di periode sebelumnya mereka mendistribusikan 3.226 boks telur. "Karena kemarau datang lebih awal," lanjutnya.
Kamaruddin menerangkan, ulat sutra lebih menyukai musim dingin daripada musim panas. "Bila kemarau, ulat banyak yang tidak jadi," tegasnya.
Namun permasalahan cuaca hanyalah faktor minor dari permasalahan penyusutan petani sutra di Sulawesi Selatan. Faktor lain yang menjadi pemicu adalah banyaknya petani yang beralih pada komoditi lain yang lebih menjanjikan, seperti jagung dan padi. "Akibatnya, permintaan telur ulat sutra menurun," tutur Kamaruddin. [bersambung/mor]
Sumber : inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar